HUKUM WAR’A
Menurut Al-Qarafi bahwa War’a hukumnya
Sunat.[1]
Sebagai dalil yaitu hadits
عَنْ
أَبِي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَا نِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَا لَ
سَمِعْتُ رَ سُوْ لَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْ لُ : إِنَّ
الْحَلاَ لَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْ رٌ
مُشْتَبِهَا تٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّا سِ، فَمَنِ اتَّقَى
الشُّبُهَا تِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِ يْنِهِ وَعِرْ ضِهِ، وَ مَنْ وَ قَعَ فِي
الشُّبُهَا تِ وَ قَعَ فِي الْحَرَا مِ، كَا لرَّاعِي يَرْعىَ حَوْ لَ الْحِمَى
يُوْ شِكُ أَنْ يَرْ تَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَ إِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى،
أَلاَ وَ إِنَّ حِمَى اللهِ مَحَا رِ مُهُ، أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً،
إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَ تْ فَسَدَ الْجَسَدُ
كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
[رواه
البخاري ومسلم]
Artinya: Dari Abu ABdillah Nu’man bin Basyir
r.a,”Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya yang halal itu jelas
dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang
syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka, barang
siapa yang takut terhadap syubhat, berarti dia telah menyelamatkan agama dan
kehormatannya. Dan barang siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka
akan terjerumus dalam perkara yang
diharamkan. Sebagaimana penggembala yang
menggembalakan hewan gembalaannya di sekitar (ladang) yang dilarang untuk
memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap
raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan.
Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka
baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh.
Ketahuilah bahwa dia adalah hati.”(HR. Bukhari dan Muslim).[2]
Sekilas memang banyak orang yang memahami
hadits pertama dengan pandangan bahwa yang halal itu jelas dan yang haram
itu jelas, lalu di tengah keduanya adalah hal yang syubhat. Siapa yang
jatuh ke dalam syubhat, maka dia akan jatuh ke dalam yang haram.[3]
[2]Muhammad bin Shahih, Syarah Hadits Arba’in, (Jakarta:
Pustaka Ibnu Katsir, 2010), h. 168-169.
[3]Muhammad bin Shahih, Syarah Hadits Arba’in …, h. 169.
dan Baca juga Definisi Wara Menurut para ahli
dan Baca juga Definisi Wara Menurut para ahli
No comments:
Post a Comment