Wednesday, November 23, 2016

Faktor Penerapan sifat War’a




War’a diaplikasikan Karena ke-tidak-jelasan hukum, apakah perbuatan itu halal atau haram. Dikarenakan ada beberapa alasan, di antaranya:
1.    Masih tersembunyi dalil syar’i.
2.    Terjadi pertentangan dalil-dalil dan sama kuat antara dalil-dalil.
3.    Ada keraguan tentang ada sebab diharamkan atau dibolehkan.
4.    Adakala karena keluar dari perselisihan pendapat.
Baca Juga Tulisan kami Hukum Memiliki SIfat Wara'

dan Baca juga Definisi Wara Menurut para ahli


HUKUM WAR’A



HUKUM WAR’A
Menurut Al-Qarafi bahwa War’a hukumnya Sunat.[1]
Sebagai dalil yaitu hadits
عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَا نِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَا لَ سَمِعْتُ رَ سُوْ لَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْ لُ : إِنَّ الْحَلاَ لَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْ رٌ مُشْتَبِهَا تٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّا سِ، فَمَنِ اتَّقَى  الشُّبُهَا تِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِ يْنِهِ وَعِرْ ضِهِ، وَ مَنْ وَ قَعَ فِي الشُّبُهَا تِ وَ قَعَ فِي الْحَرَا مِ، كَا لرَّاعِي يَرْعىَ حَوْ لَ الْحِمَى يُوْ شِكُ أَنْ يَرْ تَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَ إِنَّ  لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى، أَلاَ وَ إِنَّ حِمَى اللهِ مَحَا رِ مُهُ، أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَ تْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
[رواه البخاري ومسلم]
Artinya: Dari Abu ABdillah Nu’man bin Basyir r.a,”Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka, barang siapa yang takut terhadap syubhat, berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang

Definisi Wara’ menurut para ahli




الْوَرَعُ عند أهل العلم
War’a menurut ahli Bahasa adalah menahan.[1]
Menurut Ibnu Humam dan Imam Nawawi, War’a adalah menjauhi dan menghindari Syubhat.
Menurut Al-Dusuki Al-Maliki, War’a adalah seseorang meninggalkan syubhat Karena takut terjerumus ke dalam perbuatan haram. Dan Awra’ adalah meninggalkan sebahagian perbuatan mubah Karena takut terjerumus ke dalam perbuatan Syubhat.[2]
Menurut Imam Al-Ghazali dan Ibnu al-Qayyim, war’a adalah meninggalkan